Corona, Siapkah Kita?
Dari mulai awal menyebarnya virus jenis baru yang kita kenal sebagai Corona atau sesuai dengan definisi World Health Organization (WHO), COVID-19, ada banyak sekali informasi yang disampaikan oleh media maupun oleh orang yang tidak bertanggung-jawab yang secara sengaja menyebarkan hoax di masyarakat. Virus ini awalnya teridentifikasi oleh seorang dokter dari Cina di akhir bulan Desember 2019, Dr. Li Wenliang yang menyampaikan di medsos dan kemudian ditangkap oleh pemerintah Cina namun akhirnya mengakui adanya penyebaran virus baru yang dimulai dari provinsi Wuhan di Cina. Dr. Li Wenliang akhirnya meninggal juga akibat COVID-19.
Hingga hari ini hampir semua negara di dunia telah terjangkit COVID-19 yang dikategorikan sebagai pandemi oleh WHO pada tanggal 11 Maret 2020. Sudah 378.842 kasus di seluruh dunia dengan tingkat kematian dipimpin Italia dengan 6.077 orang, kemudian Cina dengan 3.277 dan yang ketiga Spanyol dengan 2.311 orang. Data ini diupdate per-tanggal 24 Maret 2020 dan bisa meningkat setiap hari. Tingkat kematian sekitar 14% ada pada usia >80 tahun dengan tingkat kematian terendah pada usia 10-19 tahun dengan presentasi 0.3%. Laki-laki juga lebih beresiko dibandingkan perempuan dengan presentasi kematian 4.7% dan perempuan 2.8%.

Tak’ terkecuali Indonesia, yang memang menurut hemat saya pemerintah agak lambat dalam penanganan COVID-19 karena terlalu over-confidence dengan status “zero case” tapi kemudian terbangun dengan kasus positif COVID-19 dari pasien 01 dan 02. Terhitung hingga hari ini ada 579 kasus positif yang terkonfirmasi dan menyebar dari DKI Jakarta, Jateng, Jatim hingga ke Indonesia Timur, Sulawesi Utara dan Maluku Utara.
Jika dilihat dari statistik yang ada kemungkinan jumlah penderita COVID-19 akan bertambah, apalagi dengan adanya rapid test rencananya akan dilakukan pada masyarakat umum.
Mungkin kita harus belajar dari negara tetangga Korea Selatan yang luar biasa melakukan penanganan virus ini. Korsel melakukan pengujian yang luas kepada masyarakat hingga mencapai 15 ribu orang per-hari untuk meminimalisir penyebaran virus. Informasi juga disebarkan dengan baik kepada publik jadi kita dapat mengetahui daerah – daerah penyebaran atau lokasi mereka yang terinfeksi virus melalui aplikasi. Sekolah-sekolah dan tempat publik ditutup sementara untuk menyetop penyebaran virus ini.
Lain lagi dengan Italia, dilansir dari beberapa media internasional termasuk The Globe and Mail. Italia gagal untuk melakukan identifikasi secara cepat pada pasien O1 COVID-19 yang disebut sebagai Mattia. Mattia ini melakukan pengecekan ke dokter di tanggal 14 Februari dan diberikan suntikan anti influenza kemudian dia dirujuk lagi ke IGD tapi tidak pernah dites COVID-19, hingga akhirnya menjangkiti tenaga medis dan orang – orang disekitarnya termasuk istrinya yang sedang hamil. Hingga sekarang Italia kewalahan menangani jumlah pasien COVID-19 hingga dalam satu hari tingkat kematian sampai 475 orang. Dampaknya, luar biasa karena rumah sakit fokus dalam penanganan pasien Corona maka pasien lainya yang juga berada dalam situasi gawat tidak dapat ditangani, hingga banyak yang meninggal. Belum lagi fasilitas di rumah sakit yang penuh hingga tidak bisa memberikan perawatan yang maksimal kepada pasien yang perlu dilakukan penganan segera.
Bagaimana kita di Maluku Utara? Kejadian ini adalah situasi luar biasa yang harus dilakukan penanganan luar biasa juga, tidak bisa biasa saja atau malah menganggap enteng. Karena hingga sekarang tingkat penyebaran orang dari daerah lain ke Maluku Utara masih saja terjadi dan belum ada kebijakan lock down yang artinya “si pembawa virus” yang belum teridentifikasi bisa saja menyebarkan ke yang lain. Memang kita tidak perlu panik tapi tingkat kewaspadaan sangatlah perlu. Setiap orang punya andil besar untuk menyetop penyebaran maupun sebaliknya menjangkiti yang lain.
Saat konfersi pers tanggal 23 Maret 2020, tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Siaga Darurat Bencana Non Alam COVID-19 Maluku Utara menyampaikan ada 1 pasien yang positif COVID-19 di Ternate, yang disebut sebagai pasien 01. Total orang dengan isolasi diri sendiri = 309 orang, Orang Dalam Pemantauan (ODP) = 7 orang dan jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) = 5 orang. Ini artinya kita harus lebih waspada untuk kemungkinan meningkatnya pasien yang positif COVID-19 di Maluku Utara.
Saya sebenarnya agak bingung juga dengan protokol penanganan pasien suspect COVID-19 di Maluku Utara khususnya kota Ternate yang disuruh balik ke rumah padahal hasil pemeriksaan spesimen belum keluar. Akhirnya pasien 01 ini sudah bersosialisasi dengan masyarakat dan berpotensi menularkan virus ke yang lain, termasuk keluarga terdekatnya. Jika dilihat dari video amatir yang tersebar di medsos, APD yang digunakan oleh petugas medis yang mengevakuasi pasien adalah jas hujan dan sobek di bagian belakang mungkin karena menggunakan selotip.
Berita yang dilansir Liputan 6, RSUD Chasan Bosorie Ternate belum lama mendapatkan Alat Pelindung Diri (APD) untuk penanganan virus COVID-19 dan hanya memiliki 5 tempat tidur khusus ruang isolasi. Belum pasti juga apakah APD ini sudah dibagikan ke tenaga medis yang bertugas di garda depan untuk evakuasi maupun penanganan pasien. Lalu bagaimana dengan kabupaten-kabupaten lain Maluku Utara atau di Halmahera, sudah siapkah?
Standar APD untuk tenaga medis yang dilansir oleh WHO melalui rilis di tanggal 19 Maret 2020 adalah masker N95, gaun medis, sarung tangan dan kacamata. Detail harga di website monotaro.id untuk gaun medis sekali pakai berkisar Rp. 135.000 – Rp. 1.000.000. Untuk masker N95 harga berkisar Rp. 220.000 – Rp. 2.000.000 itupun sudah banyak stok yang kosong. Sarung tangan dengan harga Rp. 22.000 – Rp. 99.0000. Kacamata atau face shield berkisar Rp. 150.000 – Rp. 300.000.

Saya tetap optimis jika pemerintah daerah tanggap membuat rencana keselamatan publik secara baik untuk menghadapi virus Corona pasti kita bisa mencegah dari awal. Mulai dari mengontrol lalu-lintas laut dan udara untuk mereka yang masuk ke Maluku Utara. Tidak hanya menggunakan thermal gun yang mungkin saja tidak efektif karena gejala COVID-19 bisa tidak terdeteksi hanya mengandalkan pengukuruan suhu tubuh.
Perlu pemberian formulir notifikasi ke mereka yang baru saja tiba terkait riwayat perjalanan dan sakit dalam beberapa minggu terakhir dan menginformasikan tentang pentingnya “self quarantine”. Juga memberikan kontak darurat jika gejala yang muncul mirip dengan COVID-19. Selain itu, kita perlu juga mendapatkan kuota untuk rapid tes COVID-19 secara random oleh Dinas Kesehatan setempat berkoordinasi dengan rumah sakit agar bisa mengidentifikasi pasien yang berpotensi terpapar COVID-19 atau bahkan yang sudah positif. Gejalanya bisa tidak terdeteksi dan memang kita hanya bergantung pada tes tersebut untuk mengkonfirmasi yang sudah positif. Lebih baik kerja-keras untuk penanggulangan dari sekarang daripada menyesal kemudian.

Selain itu kelengkapan APD untuk tenaga medis perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah dan untuk Sahabat KAHERA yang ada di Maluku Utara mohon untuk tidak menimbun masker atau hand-sanitizer karena akan mengganggu pasokan kebutuhan di Malut. Apalagi tenaga medis perlu alat kelengkapan ini untuk mengobati pasien COVID-19 dan juga melindungi diri mereka dan keluarganya. Mari torang sama-sama berkontribusi untuk penanggulangan COVID-19 dengan babadiam di rumah dan jangan dulu kumpul-kumpul serta berdoa untuk pandemi ini bisa segera berakhir. (GYH).






Visitor Comments